Pemkot Jayapura Gelar Pembekalan Guru Pengajar Bahasa Skouw Tahun 2025

Foto Bersama Wakil Wali Kota Jayapura, Rustan Saru dengan abid Kebudayaan Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Grace Linda Yoku dan para guru SMA/SMK se-Distrik Muara Tami.

Jayapura – Pemerintah Kota Jayapura melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menggelar Pembekalan Guru Utama dalam Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Skouw Tahun 2025, di Jayapura, Kamis (13/11).

Kegiatan ini diikuti 40 guru dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan SMK se-Distrik Muara Tami. Pembekalan tersebut merupakan langkah awal penerapan pelajaran muatan lokal bahasa Skouw di sekolah-sekolah.

Wakil Wali Kota Jayapura, Dr. Ir. H. Rustan Saru, M.M., mengatakan, kegiatan ini sejalan dengan visi-misi Wali Kota untuk mewujudkan Kota Jayapura sebagai kota jasa yang berbudaya. Salah satu bentuknya ialah peningkatan pendidikan berbasis keagamaan dan muatan lokal.

“Bahasa daerah, terutama bahasa Skouw, mulai terkikis dan hampir hilang karena kurang diajarkan di sekolah. Karena itu, pemerintah mendorong pembelajaran muatan lokal agar bahasa daerah tetap eksis dan tidak dimakan zaman,” ujar Rustan.

Rustan menegaskan, pembelajaran bahasa Skouw bukan hanya untuk masyarakat asli Skouw, tetapi juga bagi seluruh siswa yang bersekolah di wilayah tersebut. Menurutnya, pelestarian bahasa lokal menjadi bagian dari upaya menjaga identitas dan kebanggaan masyarakat perbatasan.

“Bahasa ini menjadi jembatan penghubung di kawasan perbatasan. Dengan bahasa yang sama, komunikasi dengan masyarakat Skouw dan bahkan dengan pengunjung dari Papua Nugini akan lebih baik,” jelasnya.

Ia juga mengusulkan agar ke depan, di kawasan perbatasan Skouw dibangun rest area dan pusat informasi budaya, lengkap dengan pemandu wisata yang dapat menjelaskan sejarah, budaya, dan bahasa Skouw kepada wisatawan lokal maupun mancanegara.

Sementara itu, Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan Kota Jayapura, Grace Linda Yoku, menjelaskan bahwa pembekalan guru bahasa Skouw ini merupakan tindak lanjut dari berbagai program pelestarian bahasa daerah, seperti Festival Tunas Bahasa Ibu dan penulisan Kamus Bahasa Skouw.

“Dari hasil kegiatan sebelumnya, kami simpulkan bahwa penutur aktif bahasa Skouw sangat sedikit, bahkan anak-anak hampir tidak tahu berbahasa Skouw,” ungkap Linda.

Dalam Festival Tunas Bahasa Ibu tahun lalu, dari 120 peserta, tidak satu pun menggunakan bahasa Skouw. Mayoritas justru menggunakan bahasa Nafri, Sentani, dan Kayu Batu. Karena itu, pihaknya menargetkan tahun depan seluruh peserta lomba diwajibkan menggunakan bahasa Skouw.

Linda menjelaskan, Pemerintah Kota Jayapura saat ini tengah menyusun Peraturan Wali Kota (Perwal) tentang penerapan pembelajaran muatan lokal bahasa daerah sesuai wilayah adat sekolah.

“Kalau sekolah berada di wilayah adat Skouw, maka wajib mengajarkan bahasa Skouw. Begitu juga di wilayah Tobati-Enggros, Nafri, dan bahasa daerah lainnya. Bahasa wajib disesuaikan dengan hak ulayat tempat sekolah berdiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, pembekalan ini menghadirkan narasumber yang merupakan penutur asli dari kampung Skouw Mabo, Skouw Sae, dan Skouw Yambe. Mereka akan mendampingi para guru secara langsung dalam sesi praktik belajar.

"Kami ingin para guru nanti bisa membuat puisi, cerpen, pidato, bahkan menyanyi dan stand up comedy menggunakan bahasa Skouw,” kata Linda.

Linda menegaskan, langkah ini juga merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 tentang tanggung jawab pemerintah daerah dalam pelestarian bahasa dan sastra daerah.

“Tanggung jawab itu membuat kami harus berupaya dengan segala cara agar bahasa Skouw tidak punah. Saat ini penutur aktifnya bisa dihitung dengan jari,” pungkasnya.(EL)